Jumat, 15 Juni 2012

Ketika Semua telah Tiada




Aku adalah anak dari Bapak Surino dan Ibu Lastri, seorang penjual makanan di kantin Sekolah SMA. Namaku Flora Lestari, namun kebanyakan orang memanggilku dengan sebutan orang miskin. Pekerjaanku keseharian adalah membantu ibuku berjualan di kantin. Aku adalah orang yang pintar dan ingin sukses seperti kebanyakan Artis di Sineteron. Namun, dibalik kepintaranku, aku bukanlah orang yang baik, melainkan orang yang angkuh, suka melawan dan kasar kepada orang tuaku. Aku sangat marah, jika semua yang ku inginkan tidak di penuhi oleh mereka. 
                                                                       
                                                                              ***
Saat itu, aku menangis, ketika teman-temanku mengajakku untuk sekolah. Namun, air mata yang mengalir ini sama sekali tidak berguna. Aku harus membantu Ibuku bekerja berjualan. Di saat indah yang seharusnya aku menggunakan seragam SMA, namun kebalikannya aku harus bekerja menggantikan ayah yang telah meninggalkan kami saat aku duduk di kelas Tiga SMP. Aku tidak bisa melanjutkan sekolahku karena Ibuku tidak mampu untuk membiayaiku. Setiap hari aku melihat mereka yang mengenakan seragam-seragam baru sambil membawa buku untuk belajar. Sedangkan aku harus bangun pagi membantu ibu membuat makanan untuk dijual di kantin. Sambil membersihkan meja, aku sempat melamun, aku berfikir kenapa hidupku seperti ini. Aku merasa kesal dengan hidup serba kurang. Padahal aku ingin seperti mereka yang serba kecukupan, mempunyai apa yang mereka inginkan, dengan menghambur-hamburkan ribuan kertas bernilai yang sangat berharga sesuka hati. Aku merasa bahwa tuhan tidak adil padaku, mengapa harus ada kemiskinan di dunia ini, dan kalaupun ada kenapa harus aku yang miskin. Tiba-tiba Ibu mengagetiku dari belakang. Aku terkejut, dan langsung berdiri mengeluarkan kata kasar di depannya.
‘’Dasar orang miskin, gak ada kerjaan selain ini apa??, bosen banget terus menerus harus jadi pembantu’’. Marahku pada Ibu.
Aku langsung pergi kekamar tanpa menghiraukan panggilan Ibu kepadaku. Sambil menangis di atas kapuk yang reok, aku merepet sendiri kesal pada Ibuku.

 ***      
Malam semakin larut, aku terbangun dari tidurku, tersentak karena mimpi yang aneh. Aku terjatuh dari bukit yang terjal hingga jurang yang dalam tanpa ada cahaya, sangat gelap sekali. saat itu jam menunjukkan pukul 00.01 WIB. Sambil mengelap keringat di wajahku, kulangkahkan kaki ke dapur untuk membuat teh hangat. Setelah itu, aku mengambil cerpen di atas meja belajarku dan duduk di atas lantai yang kasar sambil membaca aku menikmati teh hangat. Asyik membaca, tak sengaja kakiku menampar segelas teh itu pecah berserak, hingga membangunkan Ibuku dari tidurnya. Dengan cepat aku membersihkannya. Namun naas menimpaku sebutir kaca menggores jariku, darah pun menetes di atas lantai. Ibuku langsung mengambil perban untuk mengobati jariku. Namun aku merasa muak melihat orang miskin itu, dan menyuruhnya pergi meninggalkanku.
‘’Ngapain kamu di sini…!! Aku gak butuh orang tua miskin kayak kamu..!!’’. Bentak dan membuang kain itu.
Ibuku pun masuk kedalam kamar tanpa sepatah kata.
                                                                        
                                                                         ***
Ke esokan harinya aku mengintip Ibuku yang masih tidur. Aku mendobrak pintu dan menyuruhnya bangun karena sudah siang. Malah Ibu menyuruhku untuk membelikan Bodrex ke pasar. Saat itu aku baru tahu kalau Ibuku sedang sakit kepala.
“Heh! Enak saja nyuruh-nyuruh!! Kalau mau, ya beli sendiri donk!! Punya kaki kan? Kalo Ibu nggak punya kaki, baru aku belikan!” dengan keberatan, aku menolak suruhannya.
‘’Dasar Ibu manja, uda miskin sok jadi Raja, sakit gitu saja uda ngerepotin, gimana kalau sampai kanker otak. Hmm…. Pasti aku jadi pembantu” ucapku sambil meninggalkan Ibuku dengan kesal.
Akhirnya ibuku berusaha bangkit dengan sangat lemah dari tidurnya untuk ke pasar membeli obat sendiri. Aku tak perduli Ibu keluar rumah sendiri. Hingga sore, aku melihat Ibuku tak kunjung pulang, aku bangkit dari tempat tidur dan duduk di teras rumah menunggu Ibuku. Tak lama, ada seorang lelaki yang datang menghampiriku.
‘’Flora… Emm... emm.. anu...!!
‘’ Anu apa..? ngomong tuh yang jelas dong..!!
‘’Ibumu.. heh.. Ibumu...
‘’Emanknya kenapa dengan Ibuku..dia lagi beli obt ke pasar’’.
‘’Aduhh.. bukan itu maksudnya..!! Iiibu kamu kec.. kecelakaan!”.
‘’Apa…????.
‘’Iya Flora, Ibu kamu kecelakaan, dan sekarang ada di rumah sakit’’.
‘’Aku terkejut dengan ucapan itu. Entah kenapa aku sedih dengan ucapan lelaki itu. Seharusnya aku senang karena Ibu kecelakaan! Jadi tidak ada yang merepotkanku lagi. Tidak ada wajah yang menjengkelkan aku lagi’’. Gumamku dalam hati.
 Tanpa pikir panjang, aku segera pergi ke rumah sakit di antar lelaki tak di kenal itu. Air mataku menetes, melihat Ibuku terbaring di kasur rumah sakit tak sadarkan diri, degan luka-luka yang masih membekas darah.
                                                                       
                                                                            ***
Sejam kemudian, Ibuku tersadar, kemudian memanggil-manggil namaku. Aku pun segera masuk dengan tetesan air mata menyesali perbuatanku. Tak malu aku untuk memeluk erat Ibuku, walau selama ini aku selalu melawan padanya. Ibu kemudian memegang tanganku.
“Jaga dirimu baik-baik, Flora. Maaf karena Ibu tidak bisa menemanimu selamanya. Ibu  sudah memaafkan semua kesalahanmu. Semua kata-kata kasar darimu. Ingatlah anakku, jika kamu ingin menjadi orang yang besar di pandang orang dan bermanfaat di keramaian orang, satu yang harus kamu rubah, yaitu karakter. Mulai sekarang, perbaikilah akhlakmu, berbuat baiklah pada orang lain, terutama pada dirimu sendiri. Dan jangan lupa untuk banyak belajar dan membaca, karena dengan pengetahuan yang luas, dengan mudah kamu akan menjadi orang yang senang. Sekarang, kamu bisa tenang tanpa Ibu Flora. Ibu sangat menyayangimu. Semoga nantinya kamu bisa tumbuh sebagai wanita yang soleha’’. Nasehat Ibu dengan mengalirkan air matanya.
Setelah berucap kemudian Ibu tersenyum padaku. Sebelum akhirnya... dia memejamkan matanya dengan kedamaian.
‘’Ibuu..!!! jangan tinggalin aku Bu..!! aku takut  tinggal sendiri. Ibuu...!! bangun Bu, maafin aku…’’. Teriakku sambil menggoyahkan tubuh Ibuku yang tak lagi mendengarkan jeritanku.
Kata-kata pahit yang pernah ku ucapkan pada Ibu kini telah ku rasakan sendiri. Tak ada gunanya lagi aku menyesali perbuatanku semasa dulu, semuanya tidak akan membuat Ibuku kembali. Sekarang saatnya aku harus memenuhi pesan dari Ibuku. Aku harus menjadi orang yang bener-bener bermanfaat bagi diriku dan orang lain. Dengan menjadikan diriku sebagai wanita muslimah, banyak belajar, membaca, serta berdoa untuk Ibuku.


  



    

Sahabat Quh



Aku mempunyai seorang sahabat, namanya Tari. Kami akrab sejak SD, dan kami berpisah sejak melanjutkan sekolah SMP, Dia melanjutkan sekolahnya di Kampung, Bandar pulau. Dan aku melanjutkan Ke Kisaran. Kami adalah sahabat yang sampai sekarang tidak direstui dengan masyarakat kampung. Ketika libur UAMBN kemarin, dia mengajakku jalan-jalan, dia kangen karena sudah lama tidak bermain denganku. Kami ada tiga orang, yaitu Aku, Tari, dan teman Tari. Awalnya aku tidak tahu ingin jalan-jalan kemana, ternyata semua rencana ini sudah terkonsep oleh mereka sebelum libur UAMBN. Di tengah perjalanan mereka mengajakku ke warnet, katanya ingin mendaftar Facebook. Hahahhahah, wajar kamseupay,, lagi baru ngetren Facebook di kampung-kampung, dalam hatiku. Sedikit kesal mengikuti kemauan mereka, sejauh perjalanan hanya ingin ke warnet. Ingin pulang rasanya menimbang perjalanan yang jauh. Hmmm demi sahabat dan rasa kangen, terpaksa ikut dengan mereka.

Setelah sampai di warnet, yang jaraknya sangat jauh sekali. Kami pun masuk, mencari tempat yang masih kosong. “ Tar, kalian di sini aja’’ ‘’ biar aku yang di sana’’. Tanpa sadar tari berkata dengan suara yang kuat, ‘’ aku gak bisa main sendiri, kita bertiga aja’’ sambil tertawa, kami malu ketika orang yang di sekitar menertawai kami mendengar ucapan Tari. Kami pun langsung masuk kekomputer yang kosong, tersimpuh malu. Setelah mendaftar facebook dan upload 100 foto, kira-kira ada satu jam, tiba-tiba papa menelponku. ‘’ kue dimana??’’, ‘’ aku dipengkol pa ( sambil menggigit jari karena berbohong). ‘’ cepat pulang, kereta mau papa pakek arisan’’. ‘’iya’’( mengakhiri telpon).
Dengan rasa galau, kami cepat-cepat keluar dari warnet dan pulang. Ketika di perjalanan pulang, ‘’ woii, aku duluanlah yaa… klend lama kali naik kretanya’’. ‘’ ohh ya uda,, kami mau makan bakso, belum makan tadi dari rumah’’. ‘’ wiisshh,, enak kali kalian,, yauda gk ada waktu lagi, aku duluan yaa..


Ilham : (Aku mempunyai seorang sahabat, namanya Tari. Kami akrab sejak SD, dan kami berpisah sejak melanjutkan sekolah SMP, Dia melanjutkan sekolahnya di Kampung, Bandar pulau. Dan aku melanjutkan Ke Kisaran. Kami adalah sahabat yang sampai sekarang tidak direstui dengan masyarakat kampung. Ketika libur UAMBN kemarin, dia mengajakku jalan-jalan, dia kangen karena sudah lama tidak bermain denganku. Kami ada tiga orang, yaitu Aku, Tari, dan teman Tari. Awalnya aku tidak tahu ingin jalan-jalan kemana, ternyata semuanya rencana ini sudah terkonsep oleh mereka sebelum libur UAMBN. Di tengah perjalanan mereka mengajakku ke warnet, katanya ingin mendaftar Facebook. Hahahhahah, wajar kamseupay,, lagi emang baru ngetren Facebook di kampong-kampung, dalam hatiku. Sedikit kesal mengikuti kemauan mereka, sejauh perjalanan hanya ingin ke warnet. Ingin pulang rasanya menimbang perjalanan yang jauh.  Hmmm demi sahabat dan rasa kangen, terpaksa ikut dengan mereka.
Setelah sampai di warnet, yang jaraknya sangat jauh sekali. Kami pun masuk, mencari tempat yang masih kosong.
Ilham : “ Tar, kalian di sini aja’’ ‘’ biar aku yang di sana’’. Tanpa sadar tari berkata dengan suara yang kuat,
Tari : ‘’ aku gak bisa main sendiri, kita bertiga aja’’ sambil tertawa.
( kami malu ketika orang yang di sekitar menertawai kami mendengar ucapan Tari. Kami pun langsung masuk kekomputer yang kosong, tersimpuh malu. Setelah mendaftar facebook dan upload 100 foto, kira-kira ada satu jam, tiba-tiba papa menelponku.
Papa : ‘’ kue dimana??’’
Ilham : ‘’ aku dipengkol pa ( sambil menggigit jari karena berbohong).
Papa : ‘’ cepat pulang, kereta mau papa pakek arisan’’.
Ilham ‘’iya’’( mengakhiri telpon).
Dengan rasa galau, kami cepat-cepat keluar dari warnet dan pulang. Ketika di perjalanan pulang, ilham : ‘’ woii, aku duluanlah yaa… klend lama kali naik kretanya’’.
Tari : ‘’ ohh ya uda,, kami mau makan bakso, belum makan tadi dari rumah’’.
Ilham : ‘’ wiisshh,, enak kali kalian,, yauda gk ada waktu lagi, aku duluan yaa..