Selasa, 28 Agustus 2012

“Kemajuan Suatu Bangsa Ditentukan Oleh Karakter Bangsa Itu Sendiri”



Aku terduduk di bangku kosong yang ada di pinggir jalan di persimpangan menuju rumahku. Sambil memperhatikan setiap kendaraan yang melintas di jalanan. Aku terus memperhatikan kendaraan-kendaraan yang berlewatan, tak jarang pula jilbab ku manari-nari karena tertiup angin yang datang bersama kendaraan yang baru saja melintas di depanku . Beragam bentuknya, mulai dari truk yang besar, motor angkutan umum, mobil pribadi yang kebanyakan adalah milik orang kaya yang terlihat jelas dari merknya, hingga sepeda motor yang ditumpangi oleh seorang laki-laki dan perempuan yang ku fikir mereka adalah sepasang kekasih karena terlihat dari mimik dan gerak tubuh mereka yang memancarkan gurat kebahagiaan yang tercipta seiring kebersamaan mereka. Walaupun sekilas, aku masih bisa melihat bahwa perempuan tadi sangat erat memeluk laki-laki yang tengah menggoncengnya seakan takut dia akan terbang terbawa angin apabila tak berpegangan erat pada laki-laki di depannya. Si laki-lakipun sepertinya sangat menikmati situasi tersebut malah dia juga menambah kecepatan motor yang dibawanya agar perempuan yang tengah di goncengnya semakin erat memeluk tubuh jangkungnya. Aku terus berfikir, di atas kendaraan yang bisa disaksikan banyak orang saja mereka bisa seperti itu apalagi bila mereka sedang berduaan di tempat yang sepi pasti mereka akan melakukan hal-hal yang seharusnya tak pantas mereka lakukan meskipun tanpa komando dari para setan-setan yang akan menghasut fikiran mereka. Hal inilah yang selalu membuatku tak pernah setuju dangan anggapan orang bahwa ‘pacaran’ adalah hal yang lumrah bagi para anak muda jaman sekarang. Menyukai seseorang memang hal yang manusiawi, tapi apa perlu rasa suka tersebut harus diwujudkan dalam bentuk dua orang yang saling menyukai yang akan bisa dan bahkan teramat bisa menjerumuskan keduanya pada perbuatan dosa yang disebut ‘pacaran’. Lalu, apa gunanya ta’aruf yang telah dianjurkan oleh Allah kepada kita semua umat Muslim agar kita dapat saling mengenal tanpa adanya zina atau perbuatan yang akan menjerumuskan sepasang anak manusia kepada kenistaan ? Sungguh, tragis memang fikiran umat manusia zaman sekarang. Mereka tak pernah mau tau dan malah pura-pura tidak tau apa akibat yang akan diterima mereka kelak. Akibat yang akan sangat menyengsarakan kehidupan mereka di masa depan. Dan bila ini semua berlanjut tanpa adanya tindakan untuk menghentikannya, aku yakin Negara inipun akan hancur seiring berjalannya waktu. Bagaimana tidak,para pemuda yang dianggap sebagai penerus bangsa ini saja kehidupannya sudah terlebih dahulu hancur. Jadi, mau bagaimana lagi dia membuat kemajuan di negara ini sedang dirinya saja sudah tak bisa lagi untuk membuat kemajuan dikehidupannya. Tak terasa sudah setengah jam juga aku duduk disini sambil terus menatap para pengguna jalan dengan arah dan tujuan mereka masing-masing hingga sebuah suara mengagetkanku. “Nes, ayo pulang. Udah dari tadi mamak menunggumu di kios seberang sana.” Aku langsung menghampiri mamak ku yang tengah asyik mengomel sendiri karena kesal menungguku. “Iya mak, aku fikir mamak masih lama datang menjemputku, jadi aku putuskan untuk menunggu mamak disini saja.” Kataku jujur.

***
            “Yang Lain Bersandiwara Gue Apa Adanya.” Tanpa sengaja aku membaca iklan rokok tersebut yang ku rasa iklan yang baru mereka munculkan untuk mempromosikan’ dagangan’ mereka. Aku cukup tertarik dengan iklan tersebut, walaupun aku tak begitu mengerti apa maksudnya, tapi yang aku lihat adalah orang-orang yang selalu bersembunyi di balik topeng mereka yang menggambarkan wajah senyum nan ihklas kepada siapa saja yang mereka temui. Disitu tampak seorang pemimpin yang tengah mempromosikan janji-janji palsunya kepada orang-orang yang diharapkannya akan percaya kepadanya. Tetapi sayang, sepertinya orang-orang itupun tak percaya begitu saja kepadanya tampak dari wajah dibalik topeng mereka yang tampak bosan dengan janji-janji palsu para penguasa negeri yang tak pernah bisa dipercaya omongannya.
***
            Tampaknya aku juga sangat setuju dengan iklan rokok tersebut. Sekarang ini memang sulit untuk mencari orang-orang yang bisa dipercaya, terlebih lagi para pemimpim-pemimpin di negeri ini. Walaupun pengetahuanku tentang dunia perpolitikan tak begitu memadai karena akupun tak pernah tertarik untuk menjadi seorang politikus. Mengingat tentang segala kelakuan para pejabat negeri  ini saja sudah sangat sakit rasanya hati ini dengan ketidak adilan yang mereka lakukan kepada rakyat berduit dengan rakyat jelata. Tapi, sedikit banyak aku mengerti dengan permainan skenario dibalik topeng mereka. Saat ini, para pejabat tinggi yang dibilang sebagai pengayom dan wakil rakyat malah membunuh rakyat itu sendiri. Bagaimana tidak, dengan semboyan ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Dan Untuk Rakyat’ mereka dengan serta merta menyuruh para rakyat yang bahkan mereka tak tau bagaimana keadaan ekonominya untuk membayar iuran Negara dengan segala ancaman apabila mereka lalai membayarnya. Tetapi apa ? uang yang dibilang untuk kepentingan rakyat yang kebanyakan adalah rakyat kecil nyatanya habis digerogoti para petinggi negeri yang tak tau diri. Seperti sekarang contohnya, seorang Gayus Tambunan yang tiba-tiba saja mendadak terkenal dan selalu diperbincangkan orang-orang sebagai seorang mafia pajak karena aksi korupsinya yang tak tanggung-tanggung banyaknya. Tak sampai disitu, aksinya masih berlanjut dengan perginya ia ke Negara tetangga untuk menonton sebuah pertandingan bola dengan menyogok ‘Bapak Polisi’ yang sepertinya memang tak bisa lagi untuk diharapkan tenaganya di Negara ini. Kenapa Pak ? Kurang gajinya ? Noh, nuntut minta sama Presiden, banyak itu duitnya. Keterlaluan memang. Bagaimana bisa seorang polisi yang jelas-jelas diutus untuk mengamankan Negara malah menambah kehancuran Negara ? Sungguh tragis keadaan negeri ini. Tak hanya soal Gayus Tambunan yang telah membuat mumet kepala, masih banyak kasus korupsi lainnya mulai dari Nazaruddin, Nunun, dan yang terakhir yang ku ingat adalah mantan seorang artis yang sangat baik memainkan perannya sebagai seorang pembohong yang sampai-sampai pihak yang berwajib kewalahan menangani aksi sandiwara mereka. Tapi tetap saja, yang banyak duit tetap menang dari orang yang tak berduit. Kenyataannya Gayus hanya dihukum beberapa tahun penjara dan denda yang tak setimpal dengan hasil korupsinya. Tapi, ingat kasus seorang bocah di bawah umur yang hanya mencuri sandal jepit ? mereka seperti menangani kasus yang sama beratnya dengan Gayus tambunan. Mereka memberi hukuman seberat-beratnya karena si anak adalah orang miskin yang tak bisa membeli orang-orang penting yang bisa menyelamatkan dirinya dari hukuman seperti para koruptor. Dan hal itu sudah sangat menunjukkan bagaimana sebenarnya keadilan di negeri ini sekarang.
***
            “korupsi sepertinya sudah sangat mendarah daging di Negara ini anak-anak.” Ya, aku setuju dengan pernyataan guruku barusan. Korupsi memang sudah mendarah daging di Negara ini. Lihat saja, seorang yang dulu juga ikut merasakan bagaimana sakitnya memperjuangkan kemerdekaan Negara ini juga tak luput dari tindak korupsi. Kadang aku berfikir apakah dia tak ihklas menjadi pejuang Negara ini sehingga ia meminta bayaran mahal untuk aksinya di masa lalu dengan cara memakan uang Negara ? Ahh entahlah, aku tak mengerti. Tapi, aku juga sadar. Bahwa tanpa aku sengajapun aku juga sering melakukan ‘korupsi’. Tapi, bukan uang Negara yang ku makan melainkan uang kedua orang tuaku. Sering juga aku memakan uang sekolah yang seharusnya kubayarkan. Tapi bagaimana lagi tuntutan keadaan cuy, namanya juga anak kos, sering kekurangan aku ini, haha… Tapi memang balik lagi, korupsi memang sudah mendarah daging sehingga sulit untuk menghilangkannya. Dan seperti apa Negara ini nantinya bila bangsanya saja sudah hancur begitu sedangkan ‘kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh karakter bangsa itu sendiri.’ Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.  Aku rasa hanya kuasa Tuhan yang akan mampu untuk menghilangkan fikiran itu di negeri ini. Tak tau kapan, tapi aku yakin masa itu akan datang walaupun pada saat kiamat nanti.

1 komentar: